Pengujian Pembangkit Listrik Organic Rankine Cycle dari bahan bakar batok kelapa Skala Lab
Experimental testing of Organic Rankine cycle from coconut shell for lab scale
Tulisan ini adalah kelanjutan dari penelitian tentang potensi batok kelapa sebagai sumber atau bahan bakar untuk pembangkitan panas dan listrik yang bisa para pembaca lihat di link pengembangan tungku biomass dan pengembangan Organic Rankine cycle pada tulisan saya sebelumnya. Data-data dan video sudah lama diambil sejak awal tahun 2019 baru sempat ditulis diblok ini karena kesibukan kegiatan Post Doctoral saya diwaseda sejak April 2019.
Banyak para ahli yang menyuarakan tentang sudah saatnya Indonesia mengembangkan dan membangun Pembangkit Tenaga Listrik Tenaga Nuklir karena dinilai efisien dan bersih, pendapat itu menurut saya benar sekali tapi apakah untuk kondisi geografi dan iklim Indonesia sudah dinilai tepat dan sangat urgent? kalau masalah ini menurut saya Indonesia belum urgent karena kondisi geografi dan iklim Indonesia sangat masih memungkinkan dan berpotensi untuk pengembangan Pembangkit Listrik dengan tema Energi Terbarukan. Apapun itu, masih pro dan kontra tetapi daripada kita hanyut dalam pro dan kontra paling tidak kita melakukan pembuktian apa yang kita yakini salah satunya adalah dengan pembuatan Pembangkit Listrik Organic Rankine cycle berbahan batok kelapa ini.
Apa sih sebenarnya Pembangkit Listrik Organic Rankine Cycle (ORC) itu? Pada dasarnya Pembangkit Listrik Organic Rankine Cycle itu siklusnya sama dengan pembangkit listrik Tenaga Uap konvensional yang bisa dilihat dari gambar 2 pada tulisan ini. Yang membedakan adalah fluida kerja dan bahan bakarnya, Fluida kerja yang dipakai pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap Konvensional adalah air dan bahan bakarnya biasanya menggunakan batubara. Sedangkan Pembangkit Listrik Organic Rankine Cycle, fluida kerjanya menggunakan Refrigeran atau yang biasa kita kenal adalah freon (yang biasa dipakai di AC dan Kulkas) sedangkan bahan bakarnya bisa dari apa saja termasuk limbah sampah maupun limbah pertanian dan juga radiasi matahari. Dalam tulisan ini berusaha menggunakan limbah pertanian yaitu batok kelapa. Inti dari siklus pada gambar 2 adalah fluida kerja dalam wujud cair dipompa ke Heat Exchanger untuk diubah wujudnya menjadi uap, dibagian inilah energi input (berupa panas) diperlukan. Energi input kalau dipembangkit listrik tenaga uap konvesional menggunakan batubara karena energi panas yng diperlukan untuk merubah fase cair ke uap untuk air sangat tinggi sedangkan pada ORC energi panas yang diperlukan untuk merubah wujud dari cair ke uap untuk refrigerant relatif lebih kecil. Untuk air akan berubah wujud menjadi uap pada suhu 100 derajat Celcius dan untuk aplikasi pembangkit listrik karena yang dibutuhkan uap kering atau superheated biasanya diaplikasikan kurang lebih 350 derajat Celcius. Sedangkan untuk Refrigerant relatif lebih kecil rentangnya antara 65 derajat Celcius sampai 150 derajat celcius. Kemudian Uap Itu akan menggerakan Turbin dan turbine ini di couple dengan generator untuk pembangkitan energi listriknya. Dari Turbine ini fluida kerja harus dirubah lagi wujudnya menjadi Cair sebelum masuk ke Pompa melalui Heat Exchanger lagi.